Kisah Wahyu Sujani, Seorang Penjahit Sepatu Dipinggiran Jalan Depan Sentral PLN Bangil
PASURUAN, pasuruannews.com-Jarum pendek menunjuk angka tujuh pada pagi hari, waktu wahyu Sujani(48) mulai beranjak menuju lapak yang tidak beratap di pinggir Jalan bangil-pandaan km 2 pogar Bangil,minggu (17/1/2021)
Di jalan depan central PLN Bangil itulah wahyu sujani mengais nafkah sepanjang hari untuk kehidupan keluarga.
Siang itu, di depan sebuah toko fotocopy terdapat sebuah meja berukuran 1×1 meter. Wahyu malah sibuk menyelesaikan tugas pokoknya sebagai penjahit.
Tumpukan sepatu di hadapan wahyu masih memperlihatkan kerja keras yang belum membuahkan hasil. Tangan terampil wahyu sujani pun terlihat sedikit bergetar ketika memasukan benang-benang sol ke sepatu hitam pekat yang sedari tadi dia genggam sambil sekali minum air dibotol bekas spreit
“Ya, saya tidak pandang kerja seperti apa. Tapi saya mau menjadikan ini menjadi arti dalam hidup saya,” katanya berpesan di pinggir jalan ke awak media pasuruannews
Pria separuh baya ini sudah 5 tahun sebagai tukang jahit sepatu setelah sebelumnya menjadi buruh kasar. Karena kondisinya semakin tua ia beralih menjadi tukang jahit sepatu sejak krisis ekonomi melanda indonesia
Pria yang mengaku nama wahyu sujani ini memiliki seorang istri dan dikarunia tiga orang anak.
Ia mengaku sudah membiayai anak pertamanya hingga tamat sekolah menengah atas dari hasil kerjanya.dua anak lainnya kini sedang duduk di bangku sekolah.
“Anak saya minta kuliah tapi saya lagi usahakan uang. Saya dan istri saya sedang siap kuliahkan anak kami,” katanya sambil tersenyum.
Pria yang mengaku tamat sekolah SLTA ini mengaku penghasilan setiap hari bervariasi. Mulai dari Rp60.000 hingga Rp 100.000. Itupun tergantung dari orang yang jahitkan sepatu dan terkadang juga dapat rezeki ada uang jatuh dari pengendara motor,tuturnya
Semangatnya untuk mengais fulus terus menggebu. Sebab, tekanan ekonomi keluarga menumpuk di pundak wahyu sujani
“Saya tidak pusing ada yang jahitkan sepatu atau tidak. Intinya saya tetap menanti disini,” katanya singkat sambil menusuk jarum ke sepatu diatas kain kusam itu.
Kaos biru dipadu celana traineng hijau yang robek bagian belakang yang dipakai wahyu sujani menjadi andalan setiap hari. Beralas sendal jepit biru pelindung kakinya sepanjang jalan central PLN bangil
Dibawah pohon karet, semua jenis sepatu ia perbaiki. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Dari para tengkulak hingga pejabat berjas hitam.
“Semua pesanan dititip ke saya. Anak-anak 15 ribu. Sampai dewasa 15 ribu. Ada pejabat juga bawa ke saya. Ya, harganya sama,”pungkas wahyu panggilan akrabnya sehari-hari mengisahkan
Wahyu sujani tidak memisah-misahkan harga untuk pelanggan sekalipun pejabat. Ia mengaku pernah mengembalikan uang pejabat saat membayarnya lebih dari patokan harga olehnya.
Menurut dia, selain isi dompetnya yang digapai ada hikmat yang menjadi cita-citanya. Hikmat yang diperoleh wahyu adalah membuat kehidupan menjadi berarti.
“Orang tidak melihat hal yang negatif yang saya kerja. Saya mendapatkan hikmah atau hal yang positif dalam pekerjaan ini,” tutur wahyu sujani
Hampir dua jam lebih perbincangan kami, belum satu jua ada orang mampir ke lapak wahyu untuk mengapresiasi jasanya.
Hanya beberapa teman kerja dulu berdatangan sembari mengiburnya siang itu. Tapi senyum lebar wahyu setiap kali berbincang dengan siapa saja tak melihatkan seseorang yang tengah pusing mencari keping rupiah Perbincangan kami pun diakhiri.(red)